Rabu, 23 Mei 2018

NESTAPA DI JEMBATAN AMPERA


Satu waktu saya dan keluarga bertolak dari Kota Bandung (Jawa Barat) menuju Kota Pematangsiantar (Sumatera Utara) melalui jalan darat. Dengan menggunakan kendaraan roda empat (mini bus) diperkirakan perjalanan itu akan memakan waktu selama 60 (enam puluh) jam, atau dengan perkiraan dua hari tiga malam.

Selang beberapa waktu setelah meninggalkan Pulau Jawa, rasa penat mulai terasa dan menjalar di seluruh tubuh, yang kemudian memaksa kami untuk beristirahat sejenak. Saat itu posisi kami tepat berada di Kota Palembang (Sumatera Selatan), dan seperti ada yang mengarahkan secara bersamaan kami memilih untuk beristirahat di tepi Sungai Musi.

Setelah menemukan tempat yang aman untuk memarkir kendaraan, kemudian saya bersama istri dan anak-anak bergegas menuju Jembatan Ampera, untuk menikmati indahnya Sungai Musi dari atasnya.

Setelah merasa puas menikmati indahnya Sungai Musi dari Jembatan Ampera, kemudian kami turun dan mendekat ke tepi sungai dengan tujuan menjamah air sungai lewat sentuhan. Kurang afdol rasanya, jika tak menjamah dan merasakan dinginnya air Sungai Musi setelah melakukan perjalanan sejauh itu.

Tiba-tiba aku terkejut dan melihat istriku terpeleset lalu terjerumus masuk ke dalam sungai. Spontan aku segera mengulurkan tangan untuk meraih istriku, tetapi arus air sungai lebih cepat menyeret tubuh istriku ke hilir dan semakin lama semakin ke tengah sungai.

Aku dan anak-anak tak mampu berbuat apa, selain berteriak minta tolong dan melihat tak berdaya tubuh istriku semakin jauh terbawa arus sungai. Di depan mataku air Sungai Musi menelan seluruh tubuh istriku lalu lenyap dan hilang tanpa bekas.

Beberapa jam setelah istriku tenggelam, kami berusaha untuk menemukannya dengan menggunakan tenaga penyelam tetapi semua sia-sia. Tampak anak-anak semakin tak mampu menahan tangis semakin lama semakin keras mereka panggil ibu. Hatiku semakin gundah dan semakin tak terkendali. Aku terdiam seribu basa, bingung tak tau bagaimana aku harus bersikap.

Dua hari sudah upaya pencarian dilakukan tetapi hasilnya tetap saja sia-sia. Dengan susah payah kami diberi pengertian oleh penduduk setempat agar kami merelakan yang sudah terjadi, namun kami tidak bisa menerima kenyataan itu begitu saja.

Akhirnya dengan perasaan tidak menentu kemudian aku dan anak-anak memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang ke Kota Bandung dan tidak lagi seperti rencana semula ke Kota Pematangsiantar. Dengan derai air mata, aku dan anak-anak meninggalkan istri dan mama tercinta di dasar Sungai Musi.
Dengan langkah lunglai sambil berderai air mata, aku dan anak-anak menuju tempat dimana mobil terparkir. Setelah siap, kamipun masuk ke dalam mobil. Aku nyalakan mesin, kemudian dengan tangan yang hampir tak berdaya kutarik tongkat persnelling dan menempatkannya pada posisi mundur.

Tiba-tiba aku mendengar seseorang berteriak dari arah belakang mobil, yang membuatku terkejut bukan kepalang. Teriakan itu cukup keras dan sangat terbiasa di telingaku dan memang suara itu adalah teriakan istriku. Aku kenal betul dengan suara itu.

Aku menoleh ke belakang, namun aku tidak menemukan istriku di sana kecuali tembok. Aku tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Aku sungguh kebingungan. Baru saja aku berada di tepi Sungai Musi bersama anak-anak tetapi apa yang kurasakan itu sama sekali tidak ada.

Dan yang paling mengagetkan aku adalah, kini istriku ada di hadapanku. Segera aku menyadari, rupanya aku baru saja mengalami mimpi buruk. Mengenang mimpi yang begitu mengerikan itu, keringatku mengucur deras dan mengalir di sekujur tubuhku.

Aku benar-benar bersyukur tanpa henti, karena peristiwa mengerikan yang baru saja kualami hanyalah mimpi. Dalam alam setengah sadar aku berusaha untuk mengingat kembali peristiwa yang baru saja terjadi. Kemudian aku menceritakan mimpi yang baru saja aku alami kepada istriku, yang sedari tadi tampak gelisah melihat kondisiku.

Mendengar penuturanku, lalu istriku memeluk aku dan setengah berbisik ia memintaku untuk bersyukur kepada Tuhan dengan berdoa.

Peristiwa itu telah membuka mata hatiku, dan menyadarkan aku bahwa betapa aku sangat sayang kepada istriku. Setelah peristiwa itu aku merasa cintaku padanya bertambah semakin besar. Melalui peristiwa itu, aku diberitahu betapa sakitnya bila kehilangan dia.

Belajar dari peristiwa itu aku mengambil kesimpulan untuk tidak pernah menyakiti istriku, baik melalui kata apalagi kekerasan fisik.

SALAM GEMILANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar