Kamis, 17 Mei 2018

TEROR SURABAYA DAN DAMPAK YANG DIAKIBATKANNYA


Seperti biasa siang itu aku duduk di sofa ruang tengah, sambil mengarahkan pandanganku ke televisi yang tengah menyala.  Aku terkejut mengetahui peristiwa yang baru saja terjadi melalui siaran langsung sebuah Stasiun Televisi Swasta, yang memberitakan sebuah tragedi yang memilukan di Surabaya. 

Jantungku berdetak kencang saat ku tau aksi terorisme terjadi di kota Surabaya. Jantungku berdetak bertambah kencang, setelah ku tau aksi teror itu terjadi di tiga rumah ibadah dalam waktu yang hampir bersamaan. Dan semakin keras lagi ketika ku ketahui aksi terorisme itu, terjadi juga di Mapolrestabes Surabaya.

Aku terduduk layu, otakku tak mampu menjawab pertanyaan hatiku. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi ? ... Aksi bom bunuh diri melibatkan anak-anak, satu keluarga pula. Sejak peristiwa itu daya tahan tubuhku sedikit menurun. Aku lebih banyak berdiam diri tidak seperti biasanya agak cerewet. Aku lebih suka mengurung diri di rumah, daripada keluar dari rumah.

Melihat situasi itu, keluarga menjadi khawatir dengan kondisiku. Sejak peristiwa Bom Surabaya, perilakuku menjadi aneh. Aku tampak gelisah jika berjumpa dengan siapa saja yang membawa ransel di pundaknya. Apalagi jika orang itu menggunakan busana moslem serta memiliki kebiasaan memelihara janggut hingga panjang. Aku akan semakin takut.

Aksi terorisme ini tergolong model baru. Aksi bom bunuh diri tidak lagi hanya melibatkan kaum pria saja, tetapi sudah mengikut sertakan kaum perempuan dan anak-anak. Satu keluarga pula. Hal ini tentu membuat banyak pihak menjadi prihatin, mengetahui aksi teror semakin berkembang ke arah yang lebih dahsyat.

Begitu juga dengan aku. Keprihatinanku memang membawaku ke ranah takut. Pasca bom surabaya rasa curigaku terhadap setiap orang semakin meningkat. Tragedi Surabaya memberitahukan, pelaku bom bunuh diri tidak lagi sebatas kaum pria berjanggut pengguna busana gamis, tetapi juga kaum wanita ibu rumah tangga yang melibatkan anak-anak mereka.

Tetapi aku bangkit, kemudian melawan rasa takutku. Teroris harus dilawan. Teroris tidak boleh menguasai dengan membuatku menjadi takut. Aku harus memberanikan diri di segala tempat dan peristiwa walau aksi teror mengancam dimana-mana. Berhasil melawan rasa takut, sama artinya aku mengalahkan aksi teror.

Aksi teror harus dibasmi. Seperti kata Pemimpin Bangsa Indonesia; "Basmi sampai keakar-akarnya". Terorisme tidak boleh tinggal di negeri Indonesia. Jika ingin tinggal di Indonesia, jangan menjadi teroris. Jika tetap ingin jadi teroris, harus angkat kaki dari NKRI. Termasuk mereka yang ber-ideologi diluar Pancasila, pergilah jauh dan meninggalkan Tanah Persada, negeri yang berlandaskan pada Ideologi Pancasila.

SALAM GEMILANG