Sabtu, 26 Mei 2018

TEROR TERHADAP KEPOLISIAN BELUM JUGA BERHENTI


Selasa 22 Mei 2018 sekitar pukul 14.30 WIB Markas Kepolisian Indonesia kembali diserang. Kali ini Mapolsek Maro Sebo, Kabupaten Muarojambi, (Provinsi Jambi) menjadi sasaran serang orang tak dikenal. 

Diketahui dua orang anggota kepolisian yang sedang bertugas menjadi korban kebrutalan pelaku. Kedua anggota kepolisian itu sudah mencoba menghentikan pelaku penyerangan dengan melakukan perlawanan, namun akhirnya tersungkur setelah pelaku melukai keduanya dibagian leher dan kepala, dengan menggunakan sebilah samurai.

Setelah melakukan aksi brutalnya, pelaku kemudian melarikan diri meninggalkan Mapolsek Maro Sebo. Kesempatan itu digunakan warga untuk bertindak lalu membawa Aipda Manalu dan Bripka Tinambunan ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan, selanjutnya kedua anggota  dilarikan ke RS Bhayangkara Jambi untuk mendapatkan perawatan lebih intensif.

Tidak lama berselang, pelaku yang kemudian diketahui berinisial AS ditangkap di rumahnya. Pelaku adalah warga Danau Lamo, Kabupaten Muarojambi. Memang pelaku akhirnya tertangkap namun korban sudah jatuh. Dan hal yang sama juga telah terjadi di berbagai tempat di Indonesia, dan selalu ada korban lebih dahulu barulah dilakukan tindakan.  

Berulangkali markas kepolisian mendapat serangan. Dari Mapolsek, Mapolres sampai Mapolda sudah dijajal para pelaku penyerangan. Sampai saat ini, sasaran serang para pelaku teror masih mengarah ke Kantor Polisi dan Rumah Ibadah. 

Lalu selanjutnya kemana sasaran mereka ? ... Haruskah peristiwa ini akan terus berlanjut ... ?
Semoga peristiwa ini menjadi salah satu alasan bagi pelaku teror, untuk membuat hatinya terketuk, agar lebih menghormati dan menjujung tinggi nilai-nilai kemuliaan manusia.

SALAM GEMILANG

Jumat, 25 Mei 2018

TIDAK SEORANGPUN DI DUNIA INI BERTANGGUNG JAWAB ATAS KEBAHAGIAANKU SELAIN DIRIKU


Tidak siapapun yang bisa membuat manusia bahagia, selain dirinya sendiri. Tidak oleh seseorang, tidak pula oleh seseorang lainnya. Menuju kebahagiaan adalah tanggung jawab dari manusia itu sendiri. 

Sekalipun sesamanya memiliki andil pada pencapaian kebahagiaan itu, tetapi jika tanggung jawab itu tidak berada pada pundaknya, manusia tidak akan pernah menemukan kebahagiaan yang sejati.

Tingkat kebahagiaan manusia, akan dipengaruhi dari bagaimana cara manusia itu berpikir. Pola pikir merekalah yang menentukan, apakah mereka bahagia atau tidak. Bahagia itu pilihan diri sendiri. 

Hari ini mau bahagia atau tidak adalah pilihan diri sendiri, bukan karena pilihan orang lain. Seluruhnya tergantung pada diri sendiri.

SALAM GEMILANG

Kamis, 24 Mei 2018

BANDUNG SELATAN DAN PANORAMANYA YANG MENAWAN


Seperti terbangun dari mimpi, begitulah aku ketika melihat pemandangan yang indah itu. Sekian lama, sekali dalam seminggu lokasi itu pasti aku lalui. Aku tak pernah menyangka jika lokasi itu rupanya memiliki pesona alam yang tinggi. Ciruntah ... demikian penduduk setempat menyebut nama lokasi itu. Sesuai namanya (runtah=sampah) memang lokasi itu adalah pembuangan sampah secara liar, yang dilakukan oleh masyarakat setempat maupun masyarakat yang sekedar melintas.

Terletak di sebelah selatan Kota Bandung, Ciruntah berada di lintasan jalan raya Bandung - Pangalengan - Ranca Buaya. Diperkirakan Ciruntah dapat ditempuh selama dua jam dari Kota Bandung dengan menggunakan kendaraan roda empat. Sekitar 50 kilometer dari Kota Bandung lokasi ini akan ditemukan sebelum tiba di kota kecil Pangalengan. Sementara jarak antara Kota Bandung dengan Kota Pangalengan lebih kurang 55 kilometer.

Tertarik oleh sudah tidak menumpuknya sampah disekitar lokasi itu, aku menyempatkan diri untuk turun sekedar melihat dan memenuhi rasa ingin tau. Betapa terkejutnya aku, ketika aku ketahui rupanya dibalik gundukan sampah menggunung yang aku lihat selama ini, adalah lembah yang lumayan dalam. Lebih terkejut lagi, lokasi yang selama ini menjadi tempat pembuangan sampah adalah lembah yang memiliki pemandangan yang indah.

Aku meneruskan perjalanan mataku, lalu berhenti saat mataku memandang lurus ke depan. Sungguh mengagumkan. Undakan bukit yang tersusun dengan indah sejak dari dasar lembah, dipadu dengan warna bukit membiru nun jauh di depan sana, membuat mata benar-benar mendapat tontonan yang eksotis. Waw ... luar biasa. Tak salah jika aku memberi penilaian yang sangat baik untuk lokasi itu.

Rupanya ada yang salah selama ini. Sampah yang menggunung di tepi jalan, adalah sesuatu yang menyebabkan setiap orang memalingkan muka dari lokasi itu. Sampah yang berserakan di lokasi itu, menyebabkan setiap orang tidak menyadari, bahwa mereka telah melewatkan hidangan yang sangat enak untuk dinikmati. Iya ... sampah itu telah membuat kesalahan yang sangat besar. Dengan menggunungnya sampah di sekitar lokasi itu, membuat keindahan daerah itu menjadi tertutupi.

Tiba-tiba aku tersadar dari ketertegunanku. Tidak menunggu lama, lalu aku mengambil ponsel dan mengabadikan beberapa lokasi dengan kamera ponselku. Sayang sekali ... kalau aku tidak bisa menampilkan banyak gambar untuk menunjukkan keindahan Ciruntah dan sekitarnya. Untuk itu aku mohon maaf.

Secara administrasi, Ciruntah menjadi wilayah pelayanan Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Sangat menyenangkan, setelah sampah yang tertumpuk dan menggunung di tepi jalan kini tidak ada lagi. Walau masih terlihat bekasnya, kini tidak ditemukan lagi sampah berserakan di sekitar lokasi itu. 

Kini Ciruntah telah berubah, menjadi lokasi yang menarik untuk dipandang sejauh mata mampu memandang. Terimakasih untuk siapapun, baik personal maupun lembaga yang telah memutuskan untuk tidak menaruh sampah lagi di tepi jalan di Lembah Ciruntah ... !!

SALAM GEMILANG

Rabu, 23 Mei 2018

NESTAPA DI JEMBATAN AMPERA


Satu waktu saya dan keluarga bertolak dari Kota Bandung (Jawa Barat) menuju Kota Pematangsiantar (Sumatera Utara) melalui jalan darat. Dengan menggunakan kendaraan roda empat (mini bus) diperkirakan perjalanan itu akan memakan waktu selama 60 (enam puluh) jam, atau dengan perkiraan dua hari tiga malam.

Selang beberapa waktu setelah meninggalkan Pulau Jawa, rasa penat mulai terasa dan menjalar di seluruh tubuh, yang kemudian memaksa kami untuk beristirahat sejenak. Saat itu posisi kami tepat berada di Kota Palembang (Sumatera Selatan), dan seperti ada yang mengarahkan secara bersamaan kami memilih untuk beristirahat di tepi Sungai Musi.

Setelah menemukan tempat yang aman untuk memarkir kendaraan, kemudian saya bersama istri dan anak-anak bergegas menuju Jembatan Ampera, untuk menikmati indahnya Sungai Musi dari atasnya.

Setelah merasa puas menikmati indahnya Sungai Musi dari Jembatan Ampera, kemudian kami turun dan mendekat ke tepi sungai dengan tujuan menjamah air sungai lewat sentuhan. Kurang afdol rasanya, jika tak menjamah dan merasakan dinginnya air Sungai Musi setelah melakukan perjalanan sejauh itu.

Tiba-tiba aku terkejut dan melihat istriku terpeleset lalu terjerumus masuk ke dalam sungai. Spontan aku segera mengulurkan tangan untuk meraih istriku, tetapi arus air sungai lebih cepat menyeret tubuh istriku ke hilir dan semakin lama semakin ke tengah sungai.

Aku dan anak-anak tak mampu berbuat apa, selain berteriak minta tolong dan melihat tak berdaya tubuh istriku semakin jauh terbawa arus sungai. Di depan mataku air Sungai Musi menelan seluruh tubuh istriku lalu lenyap dan hilang tanpa bekas.

Beberapa jam setelah istriku tenggelam, kami berusaha untuk menemukannya dengan menggunakan tenaga penyelam tetapi semua sia-sia. Tampak anak-anak semakin tak mampu menahan tangis semakin lama semakin keras mereka panggil ibu. Hatiku semakin gundah dan semakin tak terkendali. Aku terdiam seribu basa, bingung tak tau bagaimana aku harus bersikap.

Dua hari sudah upaya pencarian dilakukan tetapi hasilnya tetap saja sia-sia. Dengan susah payah kami diberi pengertian oleh penduduk setempat agar kami merelakan yang sudah terjadi, namun kami tidak bisa menerima kenyataan itu begitu saja.

Akhirnya dengan perasaan tidak menentu kemudian aku dan anak-anak memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang ke Kota Bandung dan tidak lagi seperti rencana semula ke Kota Pematangsiantar. Dengan derai air mata, aku dan anak-anak meninggalkan istri dan mama tercinta di dasar Sungai Musi.
Dengan langkah lunglai sambil berderai air mata, aku dan anak-anak menuju tempat dimana mobil terparkir. Setelah siap, kamipun masuk ke dalam mobil. Aku nyalakan mesin, kemudian dengan tangan yang hampir tak berdaya kutarik tongkat persnelling dan menempatkannya pada posisi mundur.

Tiba-tiba aku mendengar seseorang berteriak dari arah belakang mobil, yang membuatku terkejut bukan kepalang. Teriakan itu cukup keras dan sangat terbiasa di telingaku dan memang suara itu adalah teriakan istriku. Aku kenal betul dengan suara itu.

Aku menoleh ke belakang, namun aku tidak menemukan istriku di sana kecuali tembok. Aku tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Aku sungguh kebingungan. Baru saja aku berada di tepi Sungai Musi bersama anak-anak tetapi apa yang kurasakan itu sama sekali tidak ada.

Dan yang paling mengagetkan aku adalah, kini istriku ada di hadapanku. Segera aku menyadari, rupanya aku baru saja mengalami mimpi buruk. Mengenang mimpi yang begitu mengerikan itu, keringatku mengucur deras dan mengalir di sekujur tubuhku.

Aku benar-benar bersyukur tanpa henti, karena peristiwa mengerikan yang baru saja kualami hanyalah mimpi. Dalam alam setengah sadar aku berusaha untuk mengingat kembali peristiwa yang baru saja terjadi. Kemudian aku menceritakan mimpi yang baru saja aku alami kepada istriku, yang sedari tadi tampak gelisah melihat kondisiku.

Mendengar penuturanku, lalu istriku memeluk aku dan setengah berbisik ia memintaku untuk bersyukur kepada Tuhan dengan berdoa.

Peristiwa itu telah membuka mata hatiku, dan menyadarkan aku bahwa betapa aku sangat sayang kepada istriku. Setelah peristiwa itu aku merasa cintaku padanya bertambah semakin besar. Melalui peristiwa itu, aku diberitahu betapa sakitnya bila kehilangan dia.

Belajar dari peristiwa itu aku mengambil kesimpulan untuk tidak pernah menyakiti istriku, baik melalui kata apalagi kekerasan fisik.

SALAM GEMILANG

Selasa, 22 Mei 2018

PRO KONTRA BUDAYA SALING MENIKAH DITENGAH KETURUNAN TOGA SIHOMBING


Sejarah atau peristiwa yang telah terjadi pada masa lalu, seringkali tidak relevan dengan situasi atau iklim pada saat ini. Situasi pada masa kini tentu saja menjadi bahan pertimbangan, mengapa sejarah atau peristiwa pada masa lalu menjadi tidak relevan untuk dibahas, mengingat situasi pada masa itu sudah sangat jauh berbeda dengan situasi pada saat sekarang ini, dan peristiwa masa dulu tak mungkin kembali lagi seperti pada saat peristiwa itu belum terjadi.

Demikian pula sejarah yang terjadi pada Toga Sihombing, dimana keturunannya sudah saling menikah sejak dahulu kala. Tentu saja hal itu terjadi, oleh karena berbagai alasan yang sangat masuk akal. 
Bisa saja terjadi karena jauhnya jarak pemukiman penduduk yang satu dengan pemukiman penduduk lainnya. Bisa juga karena di dalam wilayah pemukiman itu, tidak ada penduduk lain selain keturunan Toga Sihombing. Hal ini dimungkinkan menjadi alasan yang bisa sampai pada logika, mengapa Keturunan Toga Sihombing pada zaman itu akhirnya memutuskan untuk saling menikah. 

Mencari informasi untuk menemukan keakuratan data dari semua alasan yang ada, rasanya sangat sulit untuk menemukan titik temu, mengingat informasi yang beredar ditengah masyarakat khususnya ditengah Keturunan Toga Sihombing, tidak mengarah kepada satu pemahaman melainkan mengarah kepada pemahaman yang berbeda. 

Disamping itu ... tidak ditemukannya peninggalan-peninggalan sejarah sebagai bukti, memungkinkan setiap orang untuk membenarkan informasi yang ia dapatkan, sesuai dengan perspektif dan kepentingan masing-masing

Tentu saja pro dan kontra terjadi, karena situasi pada masa silam sudah tidak sama dengan saat sekarang ini. Jarak yang sangat jauh, kini sudah begitu mudah dicapai dengan kemajuan tehnologi dibidang transportasi. 

Kalau dulu sulit menemukan penduduk diluar keturunan Toga Sihombing, saat sekarang sudah tidak seperti itu lagi. Seluruh Keturunan Toga Sihombing, harus mengakui bahwa mereka telah mengenal banyak orang yang bukan keturunan Toga Sihombing.

Kami adalah salah satu dari sekian banyak orang, yang tidak setuju untuk melanjutkan budaya saling menikah diantara Keturunan Toga Sihombing. Dan paham itu telah kami terapkan kepada anak keturunan kami, dan kami patut bersyukur karena mereka tidak melanjutkan budaya itu. 

Tetapi kami tetap arif dalam menyikapi peristiwa itu, karena peristiwa itu sudah terjadi sejak dulu dan berlangsung secara turun-temurun. Dengan cara itu kami akan menemukan ketenangan batin, tanpa harus menyalahkan semua yang telah terjadi.

Perlu kami beritahukan ... bahwa kami tidak anti, sekalipun kami tidak setuju dengan budaya saling menikah diantara Keturunan Toga Sihombing. Tidak ada alasan bagi kami untuk melarang itu, karena memang tidak ada regulasi yang melarang melakukan itu. 

Disamping sudah banyak contoh, tidak juga ada hal yang salah jika hal itu dilakukan. Jadi ... tidak ada alasan untuk anti, walau sebenarnya kami tidak sepaham.

Perlu juga diketahui, bahwa mereka yang masih menjunjung tinggi paham itu, tidak semuanya melakukan pernikahan sesama Keturunan Toga Sihombing. Oleh karena itu, sebaiknya semua orang berusaha untuk saling mengerti terhadap paham-paham yang ada.

Sehingga paham yang berbeda, akan tumbuh menjadi sesuatu yang indah dan berkembang menjadi situasi yang nyaman, damai dan sejahtera di tengah masyarakat khususnya ditengah kalangan Keturunan Toga Sihombing ... !!!

SALAM GEMILANG

Senin, 21 Mei 2018

AGAMA BUKANLAH KOMODITI YANG TEPAT UNTUK DIJADIKAN BAHAN PERDEBATAN


Agama bukanlah hal yang baik untuk diperdebatkan, apalagi jika para pelaku perdebatan itu adalah kaum yang berbeda dalam meyakini sebuah agama. Agama adalah sebuah lembaga, yang sangat kuat pengaruhnya dalam kehidupan seorang manusia, sehingga tak sedikit orang rela mati, berkorban demi sebuah agama. Itulah sebabnya, akan jauh lebih baik jika agama ditempatkan pada tempat yang sangat luhur, dan dijaga dari setiap peluang yang memungkinkan akan terjadi sebuah perdebatan tentangnya.

Besarnya dampak yang diakibatkan sebuah pernyataan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok yang berkaitan dengan agama, ketika dia sebagai Gubernur DKI Jakarta, berbicara di hadapan warga di Kepulauan Seribu (2016), dengan menyelipkan salah satu ayat dari sebuah Kitab Suci, yang kemudian menimbulkan kemarahan yang begitu besar.

Sebaiknya peristiwa itu menjadi pengalaman yang berharga bagi siapapun, untuk tidak mencampur adukkan setiap peristiwa dengan atribut keagamaan. Sekalipun Ahok bertujuan baik, dengan harapan pengetahuan politik warga tumbuh semakin baik, tetapi tetap saja pernyataan itu telah mengusik perasaan jutaan masyarakat yang memeluk agama yang bersangkutan.

Seharusnya agama tidak boleh dijadikan bahan untuk dipermasalahkan. Sekiranyapun agama akhirnya harus dipersoalkan, cukuplah menjadi persoalan internal (orang dalam) saja. Sangat tidak baik, kalau insan atau kelompok eksternal (orang luar) berusaha untuk ikut serta mencampuri persoalan itu, sebab hanya orang dalamlah, yang mengetahui secara persis persoalan yang terjadi di dalam komunitas mereka.

SALAM GEMILANG

Minggu, 20 Mei 2018

YANG BARU SELALU MENJADI DAMBAAN, SAAT YANG LAMA BELUM MEMENUHI HARAPAN


Adalah wajar,  jika kecewa terhadap usaha yang belum memberikan hasil sesuai dengan harapan. Rasa kecewa itu muncul setelah mengetahui nilai materi yang di investasikan tidak sepadan dengan nilai keuntungan. 

Bahkan ... tidak jarang nilai jual usaha justru jauh dibawah nilai materi yang diinvestasikan, sehingga rasa kecewa tidak lagi terbendung dan tak jarang hal itu melahirkan sikap emosi yang tak terkendali.

Kegagalan dalam usaha bukanlah hal yang baru dalam kehidupan manusia. Seluruh manusia dipastikan pernah mengalami kegagalan. Bahkan tidak sedikit dari mereka justru telah mengalami kegagalan demi kegagalan dalam hidupnya. 

Tetapi mereka terus bangkit, merangkak diantara puing-puing kegagalan usaha, membangun dambaan baru melalui usaha baru sebagai pengganti usaha yang pupus, usaha yang tidak memenuhi harapan.

SALAM GEMILANG

Sabtu, 19 Mei 2018

JANGAN GUNDULI BUKITMU AGAR TAK MENENGGELAMKAN RUMAHKU


Kepentingan hidup seringkali membuat orang lupa, bahwa mereka telah menciptakan bencana bagi orang lain. Sadar atau tidak, saat mereka mengolah tanah perbukitan menjadi lahan pertanian, secara tidak langsung mereka juga telah mengolah tanah menjadi bencana bagi orang lain yang tinggal di tempat yang lebih rendah. 

Tentu saja mengolah tanah adalah salah satu cara, bagaimana manusia mempertahankan hidup. Tetapi perlu diketahui, hutan yang telah terbuka menjadi padang tanah, memiliki peluang yang sangat besar untuk menciptakan penderitaan bagi orang lain.

Hujan yang akan turun suatu saat di atas lahan gundul, akan mengalir menggerus tanah dan membawanya menuju lembah kemudian jatuh di sungai. Lalu tanah akan mengendap di sepanjang dasar sungai, dan pendangkalan sungaipun menjadi tak terhindarkan.

Ketika hujan turun dalam skala besar, dengan demikian debit air akan memasuki sungai dalam jumlah yang besar pula. Sungai yang telah mengalami pendangkalan, tidak mampu lagi menampung air dalam jumlah itu. Kemudian air meluap lalu mengalir deras dan menerjang apa saja yang menghalangi jalannya, untuk menemukan tempat yang lebih rendah.

Air kemudian berkumpul ditempat yang rendah, semakin lama semakin membesar dan menenggelamkan apa saja yang ada disekitarnya. Bencana tak terhindarkan, banjir kemudian membuat penderitaan bagi orang lain.

SALAM GEMILANG

Jumat, 18 Mei 2018

RAMADHAN SEBAGAI JEMBATAN ATAU PERSINGGAHAN


Ramadhan adalah bulan yang mulia dimana setiap amal dan ibadah dilipat gandakan pahalanya di bulan ini. Berbagai aktivitas ibadah dan ke khusukan berpuasa juga mengalami peningkatan pada bulan yang penuh berkah ini. Meskipun pada prakteknya oleh sebagian orang, pelaksanaan Ramadhan semarak pada awalnya saja, tetapi secara keseluruhan, Ramadhan telah mengubah seseorang untuk lebih giat dalam mencari pahala.

Ramadhan juga membuat seseorang mampu berubah seketika. Pada saat memasuki Bulan Ramadhan, seorang bandit sekalipun bisa mendadak menjadi religius. Semula berpenampilan garang, pada bulan suci berubah menjadi seseorang yang berpenampilan alim dengan menggunakan busana-busana agamis. Hal ini terjadi, tentu karena kekuatan aura Ramadhan itu sendiri yang mampu mengubah seseorang menjadi insan yang lebih baik.

Ramadhan adalah bulan yang suci, saat dimana orang berusaha untuk melatih diri. Melatih diri untuk menahan haus dan lapar. Melatih diri untuk menahan nafsu dan amarah. Melatih diri untuk memahami orang lain. Melatih diri untuk mendengarkan orang lain, dan masih ada banyak hal yang perlu dilatih pada bulan ini, termasuk melatih diri untuk lebih mantap dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama sesuai dengan perintah-Nya.

Tetapi sangat disayangkan, bagi sebagian orang Ramadhan hanyalah pertobatan sementara. Dengan berakhirnya Ramadhan berakhir pula kekhusukan melakukan ibadah. Meningkatnya aktivitas mengunjungi rumah ibadah pada saat Bulan Ramadhan, semuanya berakhir seiring dengan berakhirnya Bulan Ramadhan. Giatnya seseorang mencari pahala pada Bulan Ramadhan, rupanya seperti tidak perlu lagi dicari setelah Bulan Ramadhan berakhir.

Sebagian orang, menjadikan Bulan Ramadhan sebagai persinggahan semata. Bertobat saat berada di Bulan Ramadhan setelah itu kembali lagi ke jalan yang sesat. Seharusnya Bulan Ramadhan oleh tiap orang dijadikan sebagai jembatan. Jembatan untuk menyeberang dan merubah diri ke arah yang lebih baik, bukan sebatas persinggahan setelah singgah lalu pergi kemudian kembali lagi ke dunia sebelumnya.

SALAM GEMILANG 

Kamis, 17 Mei 2018

TEROR SURABAYA DAN DAMPAK YANG DIAKIBATKANNYA


Seperti biasa siang itu aku duduk di sofa ruang tengah, sambil mengarahkan pandanganku ke televisi yang tengah menyala.  Aku terkejut mengetahui peristiwa yang baru saja terjadi melalui siaran langsung sebuah Stasiun Televisi Swasta, yang memberitakan sebuah tragedi yang memilukan di Surabaya. 

Jantungku berdetak kencang saat ku tau aksi terorisme terjadi di kota Surabaya. Jantungku berdetak bertambah kencang, setelah ku tau aksi teror itu terjadi di tiga rumah ibadah dalam waktu yang hampir bersamaan. Dan semakin keras lagi ketika ku ketahui aksi terorisme itu, terjadi juga di Mapolrestabes Surabaya.

Aku terduduk layu, otakku tak mampu menjawab pertanyaan hatiku. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi ? ... Aksi bom bunuh diri melibatkan anak-anak, satu keluarga pula. Sejak peristiwa itu daya tahan tubuhku sedikit menurun. Aku lebih banyak berdiam diri tidak seperti biasanya agak cerewet. Aku lebih suka mengurung diri di rumah, daripada keluar dari rumah.

Melihat situasi itu, keluarga menjadi khawatir dengan kondisiku. Sejak peristiwa Bom Surabaya, perilakuku menjadi aneh. Aku tampak gelisah jika berjumpa dengan siapa saja yang membawa ransel di pundaknya. Apalagi jika orang itu menggunakan busana moslem serta memiliki kebiasaan memelihara janggut hingga panjang. Aku akan semakin takut.

Aksi terorisme ini tergolong model baru. Aksi bom bunuh diri tidak lagi hanya melibatkan kaum pria saja, tetapi sudah mengikut sertakan kaum perempuan dan anak-anak. Satu keluarga pula. Hal ini tentu membuat banyak pihak menjadi prihatin, mengetahui aksi teror semakin berkembang ke arah yang lebih dahsyat.

Begitu juga dengan aku. Keprihatinanku memang membawaku ke ranah takut. Pasca bom surabaya rasa curigaku terhadap setiap orang semakin meningkat. Tragedi Surabaya memberitahukan, pelaku bom bunuh diri tidak lagi sebatas kaum pria berjanggut pengguna busana gamis, tetapi juga kaum wanita ibu rumah tangga yang melibatkan anak-anak mereka.

Tetapi aku bangkit, kemudian melawan rasa takutku. Teroris harus dilawan. Teroris tidak boleh menguasai dengan membuatku menjadi takut. Aku harus memberanikan diri di segala tempat dan peristiwa walau aksi teror mengancam dimana-mana. Berhasil melawan rasa takut, sama artinya aku mengalahkan aksi teror.

Aksi teror harus dibasmi. Seperti kata Pemimpin Bangsa Indonesia; "Basmi sampai keakar-akarnya". Terorisme tidak boleh tinggal di negeri Indonesia. Jika ingin tinggal di Indonesia, jangan menjadi teroris. Jika tetap ingin jadi teroris, harus angkat kaki dari NKRI. Termasuk mereka yang ber-ideologi diluar Pancasila, pergilah jauh dan meninggalkan Tanah Persada, negeri yang berlandaskan pada Ideologi Pancasila.

SALAM GEMILANG